Bismillaahirrohmanirrohiim.
Assalamua’laikum wa rahmatullaahi wa barokaatu.
Segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan-Nya. Kami berlindung atas keburukan jiwa dan keburukan amal-amal kami.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak akan ada seorangpun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, tidak akan ada seorangpun yang mampu memberikan hidayah (petunjuk) kepadanya.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan kecuali Allah yang Mahaesa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (berserah diri kepada Allah).” (QS. Ali Imran {3}: 102)
Amma ba’du.
Ikhwaani wa Akhwaati rahiimakumullaah…
Binatang itu tidak lalai dari tugasnya. Mereka selalu berzikir dan bertasbih. Binatang itu tidak mempunyai kewajiban hukum. Di riwayatkan dari Sahl bin Mu’adz dari ayahnya dari Nabi saw., Rasulullah pernah melewati suatu kaum yang sedang berhenti sambil duduk di atas hewan kendaraannya. Mendapati hal itu Nabi saw. bersabda kepada mereka,
“Kendarailah hewan-hewan itu dengan baik dan biarkanlah dalam keadaan sehat. Jangan jadikan mereka sebagai kursi tempat duduk kalian saat berbicara di jalan maupun di pasar. Bisa saja hewan yang dikendarai itu lebih baik dari yang mengendarainya, dan lebih banyak zikirnya kepada Allah swt. dibandingkan yang mengendarainya itu.” (HR. Ahmad).
Sedangkan manusia itu, meskipun mereka berakal dan diberikan beban hukum, mereka membinasakan diri sendiri dengan akal mereka. Mereka berbuat berbagai cara untuk menyia-nyiakan kemampuan mereka dan menyia-nyiakan nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka, seperti akal, pendengaran, penglihatan, hati, dan lidah. Sehingga semua nikmat itu menjadi bencana bagi mereka dan tidak tercatat dalam lembaran amal kebaikan mereka.
Inilah makna perkataan Ibnul Qayyim, “Nikmat itu jika dianugerahkan kepada seseorang hamba, maka bagi hamba itu nikmat bisa menjadi salah satu dari dua hal ini, bisa menjadi anugerah dan bisa pula menjadi bencana. Jika nikmat tersebut digunakan oleh si hamba untuk menjalankan ketaatan kepada Allah swt., hal itu menjadi anugerah dari Allah swt. kepada hamba-Nya (artinya nikmat yang gratis). Jika ia gunakan bukan dalam ketaatan kepada Allah swt., hal itu akan menjadi bencana dari Allah swt. kepadanya, dengan membiarkannya dalam kalalaian. Hingga ketika ia sudah benar-benar binasa, Allah swt. pun mematikannya.”
Maka dari itu, lihatlah saudaraku, bagaimana seseorang jatuh dalam kebinasaan melalui jalan nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya oleh Allah swt. Sehingga, hewan mendapatkan derajat yang lebih tinggi di sisi Allah swt. dibandingkan orang yang lalai itu. Jadi, alangkah celakanya orang-orang yang lalai itu.
Antara Malaikat dan Binatang
Malaikat adalah makhluk yang diciptakan dengan dibekali akal, tetapi tanpa syahwat. Sementara hewan diciptakan dengan dibekali syahwat, tetapi tanpa akal. Sedangkan manusia diciptakan dengan disertai syahwat dan akal sekaligus oleh Allah swt.
Maka dari itu, bila manusia menggunakan akalnya dan menyadari tujuan diciptakannya oleh Allah swt., niscaya ia akan menjadi makhluk yang lebih mulia di sisi Allah swt. dibandingkan malaikat. Malaikat itu tidak mempunyai syahwat sehingga mereka tidak makan, tidak minum, tidak menikah, dan seterusnya.
Manusia mencapai derajat ketaatan karena kesungguhannya mengalahkan sisi syahwat dalam dirinya. Berbeda dengan malaikat, mereka ditakdirkan untuk selalu taat kepada Allah swt. Malaikat itu seperti yang dideskripsikan oleh Allah swt. dalam ayat berikut ini. “…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka...” (QS. at-Tahriim {66}: 6).
Orang-orang yang saleh dari kalangan manusia itu lebih baik di sisi Allah swt. dibandingkan malaikat. Hal ini hanya bisa dicapai dengan berusaha keras dan bersabar karena ia bukanlah sosok yang ditakdirkan seperti malaikat. Bila seseorang mengikuti hawa nafsunya dan menuruti jalan hewan, niscaya ia akan menjadi lebih hina dari hewan di sisi Allah swt. Oleh karena itu, Allah swt. berfirman, “…Bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A’raaf {7}: 179).
Hewan itu dimaklumi karena syahwatnya mengalahkan dirinya, mengingat ia tidak berakal dan ini memang tabiatnya. Kemudian, apa alasan bagi orang yang berakal jika ia tidak mendengarkan panggilan Allah swt. dan tidak mengikuti petunjuk-Nya?
Oleh karena itu, orang kafir di akhirat mengharap-harap agar mereka dihisab seperti dihisabnya hewan. Namun, bagaimana mungkin hal ini bisa dilakukan?
Ia sudah berbuat salah dan bermaksiat, sedangkan hewan itu tidak pernah bermaksiat, malah hewan itu selalu bertasbih dan memuji Rabb-nya serta taat kepada-Nya? Sebagaimana firman-Nya,
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Israa’ {17}: 44).
Tidak ada makhluk Allah swt. yang tidak bertasbih kepada Allah swt., seperti langit, bumi, hewan, tumbuhan, dan lainnya, kecuali setan dan anak-anak Adam yang celaka. Maka, hewan dan binatang akan diperhitungkan perbuatan mereka pada hari kiamat sehingga hewan yang pernah menanduk hewan lain pada saat itu akan dibalas. Kemudian Allah swt. memerintahkan semua makhluk itu menjadi debu. Maka, orang yang lalai ketika melihat hal itu ia mengharapkan seandainya ia adalah sapi, burung, atau anjing saja pada saat di dunia. Sehingga ia menjadi debu dan tidak dimasukkan ke neraka Jahanam.
“…Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (QS. an-Naba’ {78}: 40).
Lihatlah bagaimana angan-angan terbesarnya pada hari kiamat adalah ia menjadi keledai atau anjing saja ketika hidup di dunia. Namun angan-angan itu tidak mungkin terwujud. Hewan lebih tinggi derajatnya dan lebih mulia kedudukannya di sisi Allah swt. Bukankah Allah swt. berfirman, “miringBahkan mereka lebih sesat lagi.”
Mahabenar Engkau wahai Rabb kami dan Mahatinggi. Mereka membuat hewan ternak mengalahkan mereka dalam masalah nilai dan kedudukan di sisi-Mu. Oleh karena itu, Allah swt. memberikan alasan, “Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Ini adalah rahasia kebinasaan mereka bersama orang-orang yang celaka. Mereka itu tidak menggunakan indera mereka dan nikmat yang diberikan Allah swt. kepada mereka, seperti akal, usia, kekuatan, dan ilmu pengetahuan, untuk mengerjakan apa yang diridhai Allah, Rabb alam semesta.
Sayyid Quthb memberikan komentar yang bagus tentang makna ini ketika ia menafsirkan ayat tersebut. Ia berkata, “Orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Allah swt. (dalam semesta dan kehidupan di sekelilingnya serta yang melalaikan kejadian dan perubahan yang ia alami sehingga mereka tidak melihat tangan kekuasaan Allah di situ), mereka itu seperti hewan bahkan lebih sesat lagi.
Hewan ternak itu punya kesiapan fitrah yang menunjukkannya, sedangkan jin dan manusia itu diberikan bekal hati yang sadar, mata yang melihat, dan telinga yang mendengar. Mereka (orang-orang yang lalai) tidak membuka hati mereka, penglihatan mereka, dan pendengaran mereka untuk menangkap pemahaman. Mereka menemukan bahwa kehidupan mereka lalai dengan tidak ditangkapnya makna dan tujuannya oleh hatinya dan mata mereka juga tidak melihat pelajaran, berupa pelbagai nikmat yang diberikan kepada kesiapan fitrah mereka yang memberikan petunjuk.
Kemudian mereka yang menjadi penghuni neraka itu, terhadap mereka itu ditakdirkan sesuai dengan kehendak Allah.
Mereka difitrahkan dengan kesiapan fitrah mereka untuk bertindak seperti itu. Sehingga Allah swt. menjadikan aturan dalam membalas mereka adalah neraka. Mereka itu, sebagaimana dalam ilmu Allah yang qadim, menjadi bahan bakar neraka Jahanam semenjak dahulu.”
Ketahuilah bahwa kelalaian terhadap hal-hal yang membinasakan itu adalah awal penyebab kebinasaan, bahkan ia adalah sebab bagi kebiasaan di dunia dan akhirat, wallahu a’lam bish-showab.
“Allaahumma robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaaban naar.” {Yaa Allah Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksa neraka}. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, & Ahmad).
Ikhwaanii wa Akhwaatii rahiimakumullaah, insyaAllah tulisan ini akan kami sambung dengan judul, “Kebinasaan yang Pertama adalah : Tidak Merasa Lalai.”
Wassalamua’laikum wr.wb.
Muhammad Dive.
Ini manusia atau binatang kah?Link berkaitan
Ilmu dan Amal
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. QS.Al-Maaidah [5] : 67
Sabda Baginda Rasulullah SAW, "Sampaikanlah dariku, walaupun hanya satu ayat."
Petikan Minda :
Miskin harta tidak mengapa,
tapi jangan miskin idea dan jiwa.
Miskin idea buntu di dalam kehidupan.Miskin jiwa mudah kecewa dan derita
akhirnya putus asa yang sangat berdosa.
No comments:
Post a Comment